Mencari

Apakah waktu gw sebanding dengan upah gw ?

  • Bagikan ini:
Apakah waktu gw sebanding dengan upah gw ?

Gw Capek Kerja Tapi Hasilnya Apa ?

Pertanyaan ini sering muncul di kepala gw, selama jadi budak corporate di Jakarta selama bertahun-tahun pertanyaan ini sering muncul begitu saja di dalam kepala. Gw terkadang bingung what the hell even im doing here, my life wasted and my payout barely cover everything i need in a month. 

Gw bagi ya perjalan gw berkarir di Jakarta.

Upah Pertama Kali Bekerja.

Pertama kali kerja ya di Sri*** Air, dengan upah yang tidak sampai 1 juta rupiah karena dari kantor kita masih masa training, bahkan gw yakin itu dulu sekitar 700 ribu atau 800 ribu rupiah yang pasti di bawah 1 juta rupiah. Gw menilai ya upah tersebut adalah nominal yang pantas untuk gw dan teman-teman gw terima pada bulan pertama berkerja. Gw bersyukur kok, gw bukan manusia dengan ego setinggi itu untuk menolak pekerjaan gw pertama kalinya bahkan dengan kondisi lulusan SMA ya ( BTW gw pernah kuliah 3 semester tp cabut dari S1 U** Y** di jakpus, mungkin gw ceritain di lain waktu aja ). 

Another Story : Langit Jakarta di Tahun 2014

Baiklah kata gw dalam hati, it's okay maybe with hardwork dan mental kritis gw, pemasukan gw akan bisa lebih baik beberapa tahun gw pikir. Subtitute gw yang ga punya title pendidikan ya pakai GRIT, dan yap hasilnya tidak butuh waktu lama untuk gw unggul di pekerjaan, gw cepat beradaptasi, bermodalkan sifat sosial mudah bergaul dengan siapa saja membuat gw bisa upgrade hitungan bulan dan tahun di tambah juga gw bisa bahasa English. Sampai akhirnya gw mencapai akhir karir yang bisa di jabat di divisi Call Center perusahaan gw kala itu. Rindu rasanya masa muda gw di moment ini, gw bebas kemana saja gw mau, beli apa saja dan gw punya duit untuk diri sendiri.

Kebiasaan Toxic Yang Tidak Gw Sadari 

Mentang-mentang ya punya duit tiap bulan, gw terlena tuh.. Hampir tiap bulan gw punya moment shopping frenzy, gw ga punya konsep menabung, gw pengen apa gw beli bahkan uangnya belum ada juga gw paksa berhutang, atau cicil. Kebiasaan ini yang nantinya jadi habit paling toxic gw di kemudian hari ( nanti gw ceritain ). Gw ga pernah tahu apa itu namanya investasi, kelola aset, dan lain sebagainya untuk jaminan masa tua gw. Gw ga pernah ketemu yang namanya literasi keuangan sedari muda, bahkan lingkungan gw, sekolah dan lainnya tidak ada mengajarkan hal ini. Gw kira ya orang kerja aja tiap bulan gajian dapat fasilitas, dapat warisan terus tajir. Oh tidak anak muda, hidup tidak semudah itu, kalau gw bisa kembali ke diri gw di masa lalu asli gw tabokin muka gw sendiri. karena ketidaktahuan ini efeknya luar biasa fatal buat gw di masa yang akan datang.

Memang ya guru terbaik itu adalah pengalaman itu sendiri, gw bersyukur gw bisa survive dan petik pelajaran berharga dari kesulitan yang gw alami.

Naik Jabatan Tidak Mempermudah Hidup Gw

Setelah gw upgrade menjadi seorang Sales Rep Sri*** Air cb Harmoni, hidup gw tidak semerta-merta lebih baik. Gw kira gw akan mendapatkan pemasukan yang signifikan dengan naik jabatan, ada sih.. tapi tidak sebesar itu nominalnya, gaji gw naik menjadi UMR tahun 2014 lebih dikit doang. Agak kecewa gitu sebenarnya karena belakangan gw tahu di bagian sales dan marketing adalah lumrah untuk mendapat bonus dan komisi dari performance setiap bulan jika memenuhi target bulanan. But nope, hidup tidak semulus itu dan yah budak corporate mau bilang apa juga kan ya. Hahahaha. Tapi ada sisi baiknya juga gw dapat fasilitas motor dan uang pulsa tiap bulannya. 

Balik lagi ke gaya hidup gw yang memang udah berantakan dan ga jelas, gw jadi sering party, dugem, dan jadi anak zaman now dengan nafas gaji UMR nya di Jakarta Selatan. Dengan literasi keuangan yang minim dan combo maut dengan credit card, gw awalnya mengira ini anugrah tapi lagi - lagi, ketololan bocah dari kampung dengan pengetahuan minim literasi keuangan, tali pengekang elit kapitalisme itu dengan senang hati gw pakai ke leher gw :).

Kesulitan Yang Muncul Karena Kebodohan Sendiri Dan Masalah Nyata Di Negara Kita.

Karena ketololan yang hakiki ini lah gw masuk ke sekte sesat gali lobang dan tutup lobang setiap bulannya sampai ke level gw minjam untuk bayar pinjaman lainnya. Bayangin lu kredit HP di marketplace, HP nya datang lalu jual untuk bayar pinjaman Credit Card karena gaji lu udah habis duluan untuk bayar hutang lainnya. Cara ini gw lakukan sampai beberapa bulan sampai akhirnya di 1 titik semua omong kosong ini menumpuk dan meledak bersama-sama. Butuh bertahun - tahun buat gw untuk menyelesaikan semua ini, buat lu yang baca ini gw harap lu bisa punya literasi keuangan yang baik. Gw mencoba untuk tidak blaming, dan fokus ke diri sendiri bahwa semua kesulitan gw adalah akibat dari ketololan gw.

Negara tidak hadir ketika lu kesulitan, mereka tidak mengajarkan literasi keuangan di sekolah, kurikulum lu tidak membentuk lu menjadi pribadi yang siap menghadapi realita sosial ketika lulus SMA nanti, ya jika lu berasal dari keluarga Cemara, literasi keuangan seperti ini pasti di ajarkan oleh orang tua lu pada. Tapi kalau lu dari masyarakat kelas menengah ke bawah, pengetahuan literasi keuangan ini tidak ada. Orang tua lu hari - hari sibuk cari duit untuk ganjal perut, dan gw yakin kebanyakan juga terjerat gali lobang dan tutup lobang setiap bulannya. Gw berharap ke depannya ada cara yang lebih baik untuk menyiapkan generasi muda untuk bisa survive di ekonomi Indonesia yang brutal.

Pelajaran Hidup Yang Pahit Perihal Waktu.

Dari sini lah tumbuh sisi kritis gw, gw terdiam, merenung, meringis dengan garukan kepala yang ga berhenti-henti. Bukan karena gw ga mandi ya, tapi ini reaksi stress. Hidup sehari-hari bertemankan stress, karena banyaknya pressure hidup terutama dari masalah keuangan tadi. Gw bertanya ke diri sendiri. Pada point ini, apa gunanya hidup ? kerja capek tapi hari tapi hasil 0, literally semua jerih payah gw habis menguap untuk bayar hutang, bunga hutang yang berbunga lagi, seperti Matematika Bunga Bank². Bayangkan uang hasil lu kerja itu menguap tidak berbekas setiap bulan, tidak sempat lu nikmati, tidak sempat lu pakai. Bahkan ketika sakit pun bayang - bayang hutang terus menghampiri. 

Gw bertanya ke diri sendiri apakah waktu yang gw pakai bekerja ini sebanding harganya dengan upah yang terima tetapi bahkan gw sendiri tidak menikmati upah itu, dan butuh waktu lama untuk gw bisa dapat jawabannya, sekitar umur 28 an. Dan sekarang gw bilang ya waktu yang kita pakai untuk berkerja itu tidak bisa dipakaikan tolak ukur uang, literally waktu itu tidak bisa di bayar atau di tukar dengan uang. Waktu adalah komoditas Tuhan yang sebenarnya tidak sebanding dengan lembaran uang fiat yang lu terima setiap bulannya. Karena sekali waktu berlalu, dia tidak bisa kembali lagi, ibarat sumber daya dia terbatas, dan sesuai hukum ekonomi semakin terbatas stok, maka semakin mahal juga harganya. Sebuah waktu hanya terjadi 1x seumur hidup untuk setiap momentnya, lu tidak akan bisa ulang tahun yang ke 20 berkali - kali. Lalu dengan analogi yang sama jika seperti itu pastinya semua orang pasti kaya bukan ? karena semua invidu punya waktu mereka sendiri. Tetapi tidak sesimpel itu, jangan kira hanya punya waktu saja dan bekerja saja sudah cukup, seperti robot yang beroperasi dengan rutinitas yang sama setiap hari, tidak, itu tidak akan cukup.

Jadi kalau ditanya apakah waktu bisa di beli dengan uang, tentu saja tidak bisa. Tetapi pada kenyataannya, waktu yang melimpah pun tidak akan jadi apa - apa jika value mu tidak ada alias waktu mu tidak berharga. Waktu itu seperti mata uang, ada mata uang yang mahal ada mata uang yang murah tergantung negaranya. Dan ternyata pengaruhi value lu sebagai manusia lah yang menentukan waktu mu berharga atau tidak. Waktu yang dimiliki oleh seorang pengemis tentu berbeda dengan waktu yang dimiliki seorang manager perusahaan, atau seorang yang bekerja full time setiap hari. Value yang ada pada diri ini lah yang akhirnya menentukan besaran nilai tukar waktumu.

Dengan Value Yang Cukup Waktu Gw Menjadi Berharga.

Dan pada akhirnya gw besyukur bisa survive hingga mendapat pencerahan ini, perjalanan gw tidak mulus untuk keluar dari lingkaran sekte sesat gali lobang tutup lobang. Hingga saat ini gw masih trauma berhutang, pelajaran keras yang gw dapatkan ini menjadi ingatan pahit setiap kali gw berpikiran untuk berhutang kembali. Gw bersyukur dengan semua waktu yang sudah berlalu dan memberi banyak pelajaran hidup. Dengan waktu yang ada gw berhasil meningkatkan value diri gw hingga waktu gw akhirnya menjadi sepadan dengan upah gw. Gw bersyukur untuk semua situasi sulit yang akhir nya bisa membetuk gw menjadi pribadi lebih baik lagi. 

Buat lu lu pada yang masih struggle, pesan gw, gunakan waktu mu sebaik mungkin. Hidup cuma 1X makanya sebisa mungkin pakai untuk hal yang memang bermanfaat. Sekarang ini gw bisa bilang, tidak ada hasilnya yang gw dapat dari dugem setiap hari di club malam, setiap bungkus rokok yang gw bakar untuk nongkrong di coffee shop setiap pulang kerja. Gw tidak bilang untuk stop menghibur diri, tapi coba atur porsi nya. Gw berharap tulisan gw ini bisa memberikan insight untuk yang baca, gw akui gaya tulisan gw acak dan amburadul karena memang gw juga post artikel sesukanya, kapan gw mau tulis gw akan tulis, dan gw harap apa yang gw bagikan ini somehow bisa menjadi hal baik untuk orang - orang di luar sana.

Another Story : Gw Mencoba Belajar Bahasa Jepang
 

ジョバ です

ジョバ です